Kamu pengamat yang ke-

18 September 2011

Hasrat, Keberanian dan Komitmen

Diposting oleh Lintang K. Purwadi di 19.49 0 komentar

Namanya Hani. Hani Irmawati. Ia adalah gadis pemalu, berusia 17 tahun. Tinggal di rumah berkamar dua bersama dua saudara dan orangtuanya. Ayahnya adalah penjaga gedung dan ibunya pembantu rumah tangga. Pendapatan tahunan mereka, tidak setara dengan biaya kuliah sebulan di Amerika.

Pada suatu hari, dengan baju lusuh, ia berdiri sendirian di tempat parkir sebuah sekolah internasional. Sekolah itu mahal, dan tidak menerima murid Indonesia. Ia menghampiri seorang guru yang mengajar bahasa Inggris di sana. Sebuah tindakan yang membutuhkan keberanian besar untuk ukuran gadis Indonesia.

“Aku ingin kuliah di Amerika,” tuturnya, terdengar hampir tak masuk akal. Membuat sang guru tercengang, ingin menangis mendengar impian gadis belia yang bagai pungguk merindukan bulan.

Untuk beberapa bulan berikutnya, Hani bangun setiap pagi pada pukul lima dan naik bis kota ke SMU-nya. Selama satu jam perjalanan itu, ia belajar untuk pelajaran biasa dan menyiapkan tambahan pelajaran bahasa Inggris yang didapatnya dari sang guru sekolah internasional itu sehari sebelumnya. Lalu pada jam empat sore, ia tiba di kelas sang guru. Lelah, tapi siap belajar.

“Ia belajar lebih giat daripada kebanyakan siswa ekspatriatku yang kaya-kaya,” tutur sang guru. “Semangat Hani meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan bahasanya, tetapi aku makin patah semangat.”

Hani tak mungkin memenuhi syarat untuk mendapatkan beasiswa dari universitas besar di Amerika. Ia belum pernah memimpin klub atau organisasi, karena di sekolahnya tak ada hal-hal seperti itu. Ia tak memiliki pembimbing dan nilai tes standar yang mengesankan, karena tes semacam itu tak ada.

Namun, Hani memiliki tekad lebih kuat daripada murid mana pun.

“Maukah Anda mengirimkan namaku?” pintanya untuk didaftarkan sebagai
penerima beasiswa.

“Aku tak tega menolak. Aku mengisi pendaftaran, mengisi setiap titik-titik
dengan kebenaran yang menyakitkan tentang kehidupan akademisnya, tetapi juga
dengan pujianku tentang keberanian dan kegigihannya,” ujar sang guru.

“Kurekatkan amplop itu dan mengatakan kepada Hani bahwa peluangnya untuk
diterima itu tipis, mungkin nihil.”

Pada minggu-minggu berikutnya, Hani meningkatkan pelajarannya dalam bahasa
Inggris. Seluruh tes komputerisasi menjadi tantangan besar bagi seseorang
yang belum pernah menyentuh komputer. Selama dua minggu ia belajar
bagian-bagian komputer dan cara kerjanya.

Lalu, tepat sebelum Hani ke Jakarta untuk mengambil TOEFL, ia menerima surat
dari asosiasi beasiswa itu.

“Inilah saat yang kejam. Penolakan,” pikir sang guru.

Sebagai upaya mencoba mempersiapkannya untuk menghadapi kekecewaan, sang
guru lalu membuka surat dan mulai membacakannya: Ia diterima! Hani diterima
….

“Akhirnya aku menyadari bahwa akulah yang baru memahami sesuatu yang sudah
diketahui Hani sejak awal: bukan kecerdasan saja yang membawa sukses, tapi
juga hasrat untuk sukses, komitmen untuk bekerja keras, dan keberanian untuk
percaya akan dirimu sendiri,” tutur sang guru menutup kisahnya.

Kisah Hani ini diungkap oleh sang guru bahasa Inggris itu, Jamie Winship,
dan dimuat di buku “Chicken Soup for the College Soul”, yang edisi
Indonesianya telah diterbitkan.

Tentu kisah ini tidak dipandang sebagai kisah biasa oleh Jack Canfield, Mark
Victor Hansen, Kimberly Kirberger, dan Dan Clark. Ia terpilih diantara lebih
dari delapan ribu kisah lainnya. Namun, bukan ini yang membuatnya istimewa.

Yang istimewa, Hani menampilkan sosoknya yang berbeda. Ia punya tekad. Tekad
untuk maju. Maka, sebagaimana diucapkan Tommy Lasorda, “Perbedaan antara
yang mustahil dan yang tidak mustahil terletak pada tekad seseorang.”

9 September 2011

Bulan yang Sama

Diposting oleh Lintang K. Purwadi di 01.44 0 komentar

Dulu kita selalu berdua

kemana-mana pun kita bersama

kau dan aku tak mungkin terpisahkan

karna engkaulah belahan jiwaku

kini aku ada di tempat jauh

kau di sana sendiri tanpaku

kita merasa ada sesuatu yang hilang

tanpamu aku di sini berantakkan

reff:

lihatlah bulan yang sama

agar kita merasa dekat

lihatlah bulan yang sama

agar kita tetap dekat

lihatlah bulan yang sama

agar kita merasa dekat

lihatlah bulan yang sama

agar kita tetap dekat

kau di sana aku di sini

terhalang jarak yang begitu jauh

mohon kau janganlah mengeluh

bersabarlah menungguku

tetaplah engkau seperti dulu

secepatnya ku akan kembali

begitu banyak godaan mencoba

menguji kesungguhan cinta kita

selalu ku letakkan hatimu dalam hatiku

karna ku tak ingin kehilangan dirimu

ooooowwwooo


Jujur, ni lagu aku temuin waktu lagi kangen-kangennya sama kakak-kakak asramaku.
Mas Danang, Mas Ryan, dan juga Mas Harto.

Dulu, kita sering bgt ngapa-ngapain bareng. Tapi sekarang?
mereka udah dapet panggilannya sendiri-sendiri.

Danang : Sekarang dia lagi kuliah di Pendidikan TIK gitu deh di UNNES
Harto : Dia udah nemu panggilannya juga di sastra Cina UniBra

Ryan : Dia beda dari yang lain, sekarang dia dapet kerja di sebuah kota kecil, Wonosobo.

Yah, mereka FUN buat jalanin itu semua. Karena itu kehendak-Nya bagi mereka :')

WALAUPUN KITA SEMUA ADA DI TEMPAT YANG BERBEDA, TAPI BULAN YG KITA PUNYA TETAP SAMA. :)
YOU'RE MY BEST DORM SENIOR! :')

MISS U :)


Menguatkan :)

Diposting oleh Lintang K. Purwadi di 01.43 0 komentar
Setiap saat setiap waktu kamu mengeluh, kamu selalu merasa kurang dan kurang,

kamu selalu merasa tak puas,. kamu kurang bersyukur,

kamu sebenarnya tidak sedang melakukan kesalahan,karna memang begitulah sebenarnya manusia.

Manusia tempat kekurangan dan kesempurnaan itu ada karena kita saling melengkapi.

Tapi taukah kamu ketika kamu mengeluh berapa waktu yang kamu gunakan untuk mengeluh,

kenapa kamu tidak mencoba untuk menggunakan waktu itu untuk berfikir merencanakan sesuatu untuk hari esok.

Ketika kamu merasa kurang,bukankah itu adalah sebuah pemacu kita untuk mencari yang lebih.

bahkan ketika kamu kurang merasa puas bukankah itu adalah tolak ukur kemampuan kita yang akan lebih baik kalau kita tingkatkan.

Dan ketika kamu kurang bersyukur kenapa kamu tidak memulainya dari sekarang untuk mensyukuri semua yang Tuhan telah berikan kepada kita.

kenapa harus menunggu besok kalo kita bisa lakukan sekarang.



Menguatkan :)
 

Do it! Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review